Minggu, 26 Mei 2013

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
KEKUATAN LIGAN AMONIA DAN AIR DALAM KOMPLEKS Ni (II) DAN Cu (II)

I.                   Maksud Percobaan
Mempelajari perbedaaan kekuatan ligan antara ligan amonia dan air

II.                Alat dan Bahan
A.    Alat     :
-          Labu ukur 25 ml                                  2 buah
-          Pipet ukur 10 ml                                  2 buah
-          Gelas beker 100 ml                             3 buah
-          Gelas ukur 25 ml                                 1 buah
-          Glasfin                                                           2 buah
-          Pipet tetes                                           2 buah
-          Pengaduk                                            1 buah
-          Spektrofotometer UV VIS                 1 buah
B.     Bahan  :
-          Kristal Ni (NO3)2. 6 H2O                  0, 75 gram
-          Kristal CuSO4.5H2O                         0, 63 gram
-          NH4OH pekat                                                4 ml
-          Akuades                                              secukupnya
 
III.               Dasar Teori
Ion kompleks atau terdiri dari atom atau ion pusat dan sejumlah ligan. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks stabil mengikuti ketentuan stoikiometri , walaupun ini tidak diinterpretasikan dengan konsep klasik valensi. Atom pusat dapat dikarakterkan oleh bilangan koordinasi yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks stabil dengan satu atom pusat. Dalam kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (sebagai dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+), kadang 4 (Cu2+, Cu2+), tetapi 2 (Ag2+) dan 8 ( beberapa ion dalam kelompok platinum) bisa terbentuk. Ligan tersusun disekitar atom pusat secara simetris. Ion anorganik sederhana dan molekul seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan monodentat (Svehla,1979).
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Beberapa yang umum adalah F¬-, Cl-, Br¬-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-. Ligan seperti ini, bila menyumbangkan sepasang elektronnya kepada sebuah atom logam, disebut ligan monodentat atau ligan bergigi satu. Ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang masing-masing secara serempak membentuk ikatan dua donor-elektron kepada ion logam yang sama, disebut ligan polidentat. Ligan ini juga disebut ligan kelat karena ligan ini tampaknya mencengkeram kation di antara dua atau lebih atom donor (Cotton dan Wilkinson, 1989).      
Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerasi artinya mempunyai energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh dari ligan yang tersusun secara berbeda-beda di sekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg atau dj dan orbital t2g atau de mempunyai arti penting dalam h. Bila ligan yang berupa ion negatif atau kutub negatif dari molekul mendekati ion pusat, maka medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan tersebut akan mempengaruhi elektron d pada ion pusat. Elektron d pada ion pusat akan memberikan gaya tolak yang lebih kuat dari gaya tarik yang ada antar ligan dan ion pusat tersebut. Penolakan tersebut akan menyebabkan bertambahnya energi orbital d pada ion pusat yang bersangkutan (Syarifuddin, 1994).
Kompleks koordinasi menyerap cahaya pada daerah nampak dalam spektrum, menunjukkan warna khusus. Teori medan kristal dan medan ligan yang telah dikembangkan dapat menerangkan interpretasi warna. Ligan memimpin, untuk octahedral, ke stabilisasi orbital diagonal (t2g) dengan -4Dq (-0,4Δo) dan destabilisasi orbital aksial (eg) dengan +6Dq (+6 Δo) dan pemisahan Δo ; untuk sejumlah besar kompleks, Δo berada pada range ~7000 - ~40.000 cm-1, yang berada dalam daerah infrared dekat- tampak-ultraviolet dekat. Energy dibutuhkan untuk promosi elektron dari tingkat lebih rendah ke lebih tinggi, dan dimana energi ditangkap antara tingkat yang sama dengan daerah spektra cahaya tampak, dalam mencapai keadaan tereksistasi bagian terpilih dari spektra cahaya berwarna diserap; kita melihat residu sebagai warna dalam kompleks. Jika diagram spilting oktahedral diuji untuk semua transisi ion logam deret pertama dalam medan octahedral, dapat diketahui konsep dan dapat dimengerti mengapa beberapa senyawa tidak berwarna (Lawrance, 2010).
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun 1930 baru berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950. Teori ini dikembangkan karena teori ikatan valensi yang dikemukakan oleh Linus Pauling tidak dapat menjelaskan berbagai sifat ion kompleks, misalnya (Syarifuddin, 1994) :
1.  Warna senyawa kompleks/ ion kompleks.
2. Adanya ion seperti Ni2+, Td2+, Au3+ yang dapat membentuk ion kompleks planar
segiempat dan juga membentuk ion kompleks tetrahedral.
3.  Terjadinya spektra elektronik.
4. Pengecualiaan yang ditemukan pada ion [Cu(NH3)4]2+ yang mempunyai
 geometri planar segiempat.
5.  Sifat ionik pada ion [FeF6]3-.                                                                                                                       
Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersususn dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen (Sukardjo, 1992).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya kan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1). Dua sub orbital (dx2 – dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2010).
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai electron d dari ion pusat dan seperti kita ketahui ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks (Sukardjo, 1992).
Bila medan lstrik ligan mempengaruhi kelima orbital d dengan cara yang sama, maka orbital-orbital d tersebut tetap tergenerasi, tetapi pada tingkat energi yang lebih tinggi. Medan listrik yang dihasilkan oleh ligan tergantung pada letak ligan tersebut disekeliling ion pusat. Jadi medan listrik ligan dalam struktur oktahedral, tetrahedral dan planar segiempat akan berbeda satu sama lain (Syarifuddin, 1994).

IV.              Cara Kerja
A.    Kompleks Ni (II)
1.      Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan serta membersihkannya terlebih dahulu sebelum dipakai
2.      Menimbang kristal Ni(NO3)  0,75 gr
3.      Membuat larutan induk dengan melarutkan kristal dalam 25 ml aquades
4.      Membuat larutan kompleks I [Ni(H2O)6]2+ dengan mengambil 1 ml laruatn induk Ni dan melarutkannya dalam labu ukur 10 ml dengan aquades.
5.      Membuat larutan kompleks II [Ni(NH3)6]2+ dengan mengambil 10 ml laruatn induk Ni lalu menambahkan 2 ml NH4OH dan 7 ml H2O.
6.      Mengamati absorbansi larutan kompleks I dan II dengan spektrofotometer UV-VIS single beam.
7.      Membandingkan hasil pengukuran dengan literatur dan antara kompleks I dan II.


B.      Kompleks Cu (II)
1.      Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan serta membersihkannya terlebih dahulu sebelum dipakai
2.      Menimbang kristal Cu2+  0,63 gr
3.      Membuat larutan induk dengan melarutkan kristal dalam 25 ml aquades
4.      Membuat larutan kompleks I [Cu(H2O)4]2+ dengan mengambil 1 ml laruatn induk Ni dan melarutkannya dalam labu ukur 10 ml dengan aquades.
5.      Membuat larutan kompleks II [Cu(NH3)4]2+ dengan mengambil 10 ml laruatn induk Ni lalu menambahkan 2 ml NH4OH.
6.      Mengamati absorbansi larutan kompleks I dan II dengan spektrofotometer UV-VIS single beam.
            7.    Membandingkan hasil pengukuran dengan literatur dan antara kompleks I dan II.    


      Kesimpulan
1.     Ligan NH3 memiliki kekuatan medan ligan yang lebih besar dibadingkan H2O.
2. Semakin besar kekuatan suatu ligan akan menyebabkan pergeseran panjang gelombang pada absorbansi maksimum ke arah yang lebih pendek, dan begitupun sebaliknya.

     Daftar Pustaka
Cotton, F.A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI-Press
Hala, Y. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Laboratorium Anorganik FMIPA Universitas Hasanuddin.
Sukardjo. 1992. Kimia Koordinniasi. Jakarta : Rineka Cipta
Syarifuddin, N. 1994. Ikatan Kimia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel : Analisis Kimia Kuantitatif Anorganik Makro dan Semimikro. Jakarta : PT. Bina Rupa Aksara

file lengkap dapat di download di sini 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar